IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA
1 1.Fungsi
Iklan Sebagai Pemberi Informasi dan Pembentuk Opini
fungsi iklan sebagai pemberi informasi
dan sebagai pembentuk opini.
iklan memiliki peran ganda. Bagi produsen ia tidak hanya sebagai media informasi yang menjembatani produsen dengan konsumen, tetapi juga bagi konsumen iklan adalah cara untuk membangun citra atau kepercayaan terhadap dirinya. Produk itu sendiri sebenarnya tidak dapat diwakili hanya dengan menampilkan beberapa menit adegan atau percakapan singkat dalam layar televisi, atau melalui sekian baris kata-kata indah dalam surat kabar atau majalah, ataupun gambar wanita sensual yang mengundang perhatian para pria.
Sehebat-hebatnya iklan yang dikemas dalam ide yang muktahir, ia tidak akan pernah mewakili kualitas produk yang dipasarkan. Jika iklan terlalu diperindah lebih daripada isinya, kemungkinan ia menipu. Jika proses penipuan dilakukan secara terus terang dan meningkat, maka lambat laun ia akan menghancurkan jaringan kemitraan. Kunci keberhasilan iklan terletak pada cara memahami sikap pendengar atau pemirsa agar mereka dapat memahami gambaran produk secara jelas dan mereka dapat mengambil keputusan secara arif.
Bagaimana seharusnya produsen dan konsumen memahami fungsi iklan dengan baik? Sonny Keraf membagi fungsi iklan dalam dua hal yaitu: (1) iklan sebagai pemberi informasi; dan (2) iklan sebagai pembentuk pendapat umum.
Iklan sebagai pemberi informasi sudah disinggung pada bagian awal. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum dipakai oleh propagandis sebagai cara untuk mempengaruhi opini publik. Dalam hal ini, iklan bertujuan untuk menciptakan rasa ingin tahu atau penasaran untuk memiliki atau membeli produk. Fungsi yang pertama dan kedua memiliki cara kerja yang kuat secara psikologis bagi calon konsumen. Jika sudah terbentuk dalam pola pikir yang melekat, maka ia akan membahayakan konsumen yang hanya tertarik pada alat-alat promosi.
iklan memiliki peran ganda. Bagi produsen ia tidak hanya sebagai media informasi yang menjembatani produsen dengan konsumen, tetapi juga bagi konsumen iklan adalah cara untuk membangun citra atau kepercayaan terhadap dirinya. Produk itu sendiri sebenarnya tidak dapat diwakili hanya dengan menampilkan beberapa menit adegan atau percakapan singkat dalam layar televisi, atau melalui sekian baris kata-kata indah dalam surat kabar atau majalah, ataupun gambar wanita sensual yang mengundang perhatian para pria.
Sehebat-hebatnya iklan yang dikemas dalam ide yang muktahir, ia tidak akan pernah mewakili kualitas produk yang dipasarkan. Jika iklan terlalu diperindah lebih daripada isinya, kemungkinan ia menipu. Jika proses penipuan dilakukan secara terus terang dan meningkat, maka lambat laun ia akan menghancurkan jaringan kemitraan. Kunci keberhasilan iklan terletak pada cara memahami sikap pendengar atau pemirsa agar mereka dapat memahami gambaran produk secara jelas dan mereka dapat mengambil keputusan secara arif.
Bagaimana seharusnya produsen dan konsumen memahami fungsi iklan dengan baik? Sonny Keraf membagi fungsi iklan dalam dua hal yaitu: (1) iklan sebagai pemberi informasi; dan (2) iklan sebagai pembentuk pendapat umum.
Iklan sebagai pemberi informasi sudah disinggung pada bagian awal. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum dipakai oleh propagandis sebagai cara untuk mempengaruhi opini publik. Dalam hal ini, iklan bertujuan untuk menciptakan rasa ingin tahu atau penasaran untuk memiliki atau membeli produk. Fungsi yang pertama dan kedua memiliki cara kerja yang kuat secara psikologis bagi calon konsumen. Jika sudah terbentuk dalam pola pikir yang melekat, maka ia akan membahayakan konsumen yang hanya tertarik pada alat-alat promosi.
2.
Beberapa Persoalan Etis Periklan
Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh
iklan, khususnya iklan manipulative dan iklan pesuasif non-rasional yaitu :
Pertama,
iklan merong-rong otonomi dan kebebasan manusia. Iklan membuat manusia tidak
lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk memperoleh produk
tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah
pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk kepada kemauan iklan,
khususnya iklan manipultive dan persuasive non rasional. Ini justru sangat
bertentangan dengan inferati moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan
hanya sebagai alat demi kepentingan lain diluar dirinya. Manusia harus dihargai
sebagai makhluk yang mampu menentukan pilihannya sendiri, termasuk dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan manipulative,
manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya
dan tidak sekedar diberi informasi untuk membantunya memilih produk tertentu.
Yang menarik disini adalah bahwa manusia modern
mengklaim dirinya sebagai manusia bebas dan menuntut untuk dihargai
kebebasannya. Adanya berbagai pilihan yang terbuka dalam konsumsinya juga
menandai kehidupan manusia modern sebagai manusia bebas. Tetapi pihak lain,
manusia adalah budak iklan, ia tidak bisa hidup tanpa iklan bahkan dikte oleh
iklan. Sejak kecil ia terpukau oleh iklan yang mmpengaruhinya untuk membeli apa
yang diiklankan, entah dengan memaksa orang tuanya, memaksa suami atau istri,
bahkan dengan tindakan jahat sekalipun : mencuri, membunuh ibu kandung untuk
membeli honda, dan seterusnya.
Kedua,
dalam kaitan dengan itu iklan manipulative dan persuative non rasional
menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif.
Secara ekonomis hal itu baik karena akan menciptakan permintaan dan ikut
menaikkan daya beli masyarakat.bahkan dapat memacu produktivitas kerja manusia
hanya demi memenuhi kebutuhn hidupnya yang terus bertambah dan meluas.namun
dipihak lain muncul masyarakat konsumtif, dimana banyak dari apa yang dianggp
manusia sebagai kebutuhannya yang sebenarnya bukan kebutuhan yang hakiki
Ketiga,
yang juga menjai persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulative dan
persuative non rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau ciri dari
manusia modern. Manusia modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum
memiliki barang sebagimana di tawarkan iklan, ia belum merasa diri penuh kalau
belum memakai minyak rambut seperti diiklankan bintang film terkenal dan
seterusnya. Identitas manusia modern hanyalah identitas misal : serba sama,
serba tiruan, serba polesan dan serba instan. Manusia mengkonsumsi produk yang
sama, maka jadilah identitas manusia modern jadinya hanyalah rancangan pihak
tertentu di fabricated. Yang di pujapun lebih banyak kali adalah kesan luar,
polesan, kepura-puraan
Keempat,
bagi masyarakat modern tingkat perbedaan ekonomi dan social yang tinggi akan
merong-rong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba
mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial, dimana banyak anggota masyarakat
masih berjuang sekedar hiup. Iklan yang mewah trampil seakan-akan tanpa punya
rasa solidaritas dengan sesama yang miskin
Kendati dalam kenyatan prakts sulit menilai
secara umum etis tidaknya iklan tersebut, ada baiknya kami paparkan beberapa
prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan, yaitu. Pertama, iklan
tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud untuk memperdaya
konsumen. Masyarakt dan konsumen tidak boleh diperdaya oleh iklan untuk membeli
produk tertentu. Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya karena telah diperdaya
oleh iklan tertentu. Kedua, iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang
produk tertentu, khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia. Ketiga,
iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan, khususnya secara kasar dan
terang-terangan. Keempat, iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang
bertentangan dengan moralitas : tindak kekerasan, penipuan, pelecehan seksual,
diskriminasi, perendahan martabat manusia dan sebagainya.
3.
Makna Etis menipu dalam Iklan
Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai
pembentuk pendapat umum iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk atau
bahkan sebuah perusahaan dimata masyarakat. Citra ini terbentuk bukan terutama
karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri melainkan terbentuk oleh
kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan apa yang
disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat ataupun tersira. Karena itu
iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan hakikat dan misi
sebuah perusahan atau produk
Prinsip etika bisnis yang paling relevan disini
adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan yang benar dan tidak menipu. Prinsip
ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang melainkan pada akhinya
menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya sebagai sebuah profesi
yang baik. Namun persoalannya adalah apa makna etis menipu disini. Sejauh man
sebuah iklan dikategorikn menipu dan dikutuk secara moral?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu
lebih dahulu merumuskan arti menipu secara moral. Pertama-tama kita harsu
melihat perbedaan antara menipu dan berbohonh. Dalam pemakaian sehari-hari
keduanya sring disamakan atau bahkan dicampur adukkan pengertiannya. Namun,
sesungguhnya ada perbedaan besar antara keduanya dengna implikasi moral yang
mendalam, Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata tipu mengandung pengertian
perbuatan atau perkataan yang tidak jujug (bohonh, palsu dan sebagainya) dengan
maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung. Dengan kata lain menipu
adalah mengenakan tipu muslihat, mengecoh, mengakali memperdaya, atau perbuatan
curang yang dijalankan dengan niat yang telah direncanakan. Dalam tindakan
menipu ada niat sadar dari pelaku untuk memperdaya dan mengecoh orang lain.
Dari sudur pandang moral, menipu lalu dilihat sebagai tindakan yang tidak jujur
dengan maksud untuk memperdaya orang lain. Karena itu menipu bertentangan
dengan prinsip kejujuran yang karena itu secara moral dinilai sebagai tidak
baik dan terkutuk
Sebaliknya, berbohong diartikan sebagai perkataan
atau pernyataan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bohong adalah
mengatakan hal yang tidak benar, yaitu apa yang dikatakan tidak sesuai dengan
kenyataan. Bohong hanya terbatas pada tidak sesuai apa yang dikatakan dengan kenyataan,
bukan menyangkut tindakan atau perbuatan. Yang lebih penting lagi, bohong
sejauh tetap terbatas sebagai berbohong dalam arti sebenarnya tersebut, tidak
melibatkan niat atau maksud apapun untuk memperdaya dan mengecoh orang
tersebut. Tidak ada maksud apapun untuk membuat orang lain melakukan sesuatu
yng salah dengan mengikuti kebohongan itu, kendati bisa saja orang lain pada
akhirnya salah bertindak (dan karena itu mengecoh) karena mempercayai perkataan
yang tidak benar itu. Namun yang paling pokok disini adalah bohong tidak
melibatkan maksud atau niat subjek untuk mengecoh orang lain, sedangkan menipu
adalah sebaliknya melibatkan maksud atau niat subjek. Karena itu, secara moral
bohong bersifat netral. Bohong tidak punya kualitas moral apapun. Karena bohong
adalah hanya soal salah atau tidak benarnya suatu ucapan. Ia hanya menyangkut
benar tidaknya suatu pernyataan dari segi fisik.
Dari pengertian menipu dan berbohong diatasm
dapat disimpulkan bahwa bohong dapat menjadi menipu, tetapi tidak semua berbohong
itu menipu. Bohong dapat menjadi menipu kalau ucapan atau pernyatan yang tidak
benar itu disertau dengan niat untuk memperdaya orang lain. Karena itu tidak
semua pernyataan dengan niat untuk memperdaya orang lain. Karena itu tidak
semua pernyataan atau ucapan yang tidak benar berarti menipu.misalnya seorang
ibu menyatakan kepada anakanya yang masih balit bahwa bayi bisa ada dalam perut
seorang ibu karena ibu itu makan terlalu banyak, untuk sekedar menjelaskan
bagaimana seorang ibu sampai mengandung kepada anaknya yang masih kecil,
bukanlah menipu, melainkan bohon. Ini tidak punya kualitas moral apapun.
Demikian pula iklan yang menyatakan bahwa kendati ada banyak bebek di
Indonesia, tetapi hanya satu Honda Bebek yang terbaik, belum tentu dianggap menipu
kalau dalam kenyataannya tidak benar, hanya satu Honda Bebek terbaik.
Pernyataan itu baru dianggap menipu, dan dengn demikian secara moral dikutuk,
kalau dimaksudkan untuk menipu konsumen.
4.
Kebebasan Konsumen
Dalam buku John K. Galbraith yang berjudul The
Affulent Society dikatakanbahwa permintaan muncul karena adanya produksi barang
tertentu yangditawarkan dalam pasar. Persoalan moral dan etis yang timbul
disini adalah bahwakebebasan individu dalam menentukan kebutuhannya dalam
masyarakat modernsekarang ini hampir tidak ada sama sekali. Permintaan yang
sudah dianggapsebagai kebutuhan, tidak timbul secara bebas, melainkan
dipengaruhi dandirangsang oleh pasar dan iklan. Iklan yang informatif pun belum
tentu netral dantidak merongrong kebebasan konsumen dalam menentukan pilihan
barang dan jasatertentu.Pandangan Galbraith tidak begitu disetujui oleh Von
Hayek, Von Hayekmengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan kita yang bersifat
kultural , mau tidakmau, dipengaruhi oleh lingkungan kita. Bahkan sebagai
makhluksosial,selera,pikiran serta kepercayaan kita dibentuk oleh lingkungan
kita. Sebagaimakhluk sosial kita memang tidak bisa lepas dari pengaruh dan
informasi dariorang lain, tetapi ini tidak berarti bahwa pengaruh tersebut membelenggu
danmeniadakan kebebasan setiap induvidu. Timbulnya kebutuhan tidak
semata-mataditentukan oleh operasi produsen. Timbulnya kebutuhan ditentukan
oleh banyakfaktor sebab produsen tidak hanya satu dan iklanpun tidak hanya
satu, itu berartikonsumen masih tetap mempunyai kebebasan untuk menentukan
pilihannya
Sumber.
http://www.scribd.com/doc/156321290/Kebebasan-Konsumen
http://allofky.wordpress.com/2013/06/13/etika-bisnis-persoalan-dalam-iklan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar